Pengerupukan dilaksanankan sehari sebelum Umat Hindu melaksanakan brata penyepian ( silentlife) maksud dan tujuannya adalah mengharmonisasi aspek keButha'an/Kala alam beserta isinya, dengan ritual caru / persembahan suci kepada Maha Raja Yama diyakini semua komunitas ButhaKala akan tidak menggangu dan mempengaruhi alam ini khususnya manusianya.


Dibagian lain dari hal tersebut diatas, kami akan menyoroti kegiatan setelah masyarakat melakukan ritual caru, adalah prosesi Karnaval Obor/Oboh yang dinamai " Kuntang Kunting ". Sebagai pelaksana atas kegiatan ini adalah Sekehe Teruna Adat dan diikuti oleh anak - anak lainnya. Pelaksanaan
karnaval ini dimulai dari ujung desa (Utara) berjalan perlahan - lahan
menuju kesemua penjuru desa/batas desa" yang berkonotasi penyapuhan desa
atas segala leteh/kotoran yang menghinggapi selama setahun ( tahun Caka
), artinya juga melakukan prosesi pembersihan niskala atas tanah desa
selama setahun..
Hal
lain dilakukan dimasing - masing pekarangan adalah dengan melakukan
ritual juga tapi sebatas dipekarangan masing - masing, sama juga
ditujukan kepada Maha Raja Yama, juga ada persembahan yang
dipersembahkan dilebuh( pintu gerbang pekarangan ), masing - masing
keluarga diberikan 1 ( satu ) helai lis/ gabungan untaian janur yang
dipasupati, nasi taur ( gabungan butir -butiran bija beserta daging dan
alkohol ) serta Tirta yang dikirim dari Pura Besakih kepada masing -
masing Desa Pekeraman yang di tahun ini bertepatan dengan Ritual Panca
Bali Krama ( Caru 10 tahun sekali )
Tawur Agung/Tawur Kesanga atau Pengerupukan dilaksanakan sehari menjelang Nyepi yang jatuh tepat pada Tilem Sasih Sesanga. Pecaruan atau Tawur dilaksanakan di catuspata pada waktu tepat tengah hari. Filosofi Tawur adalah sebagai berikut tawur artinya membayar atau mengembalikan. Apa yang dibayar dan dikembalikan? Adalah sari-sari alam yang telah dihisap atau digunakan manusia. Sehingga terjadi keseimbangan maka sari-sari alam itu dikembalikan dengan upacara Tawur/Pecaruan yang dipersembahkan kepada Bhuta sehingga tidak menggangu manusia melainkan bisa hidup secara harmonis (butha somya). Filosofi tawur dilaksanakan di catuspata menurut Perande Made Gunung agar
kita selalu menempatkan diri ditengah alias selalu ingat akan posisi
kita, jati diri kita, dan perempatan merupakan lambang tapak dara,
lambang keseimbangan, agar kita selalu menjaga keseimbangan dengan atas
(Tuhan), bawah (Alam lingkungan), kiri kanan (sesama manusia). Setelah
tawur pada catus pata diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu
menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh
pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul
benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh.
Pada malam pengerupukan ini, di bali biasanya tiap desa dimeriahkan dengan adanya ogoh-ogoh
yang diarak keliling desa disertai dengan berbagai suara mulai dari
kulkul, petasan dan juga “keplug-keplugan” yaitu sebuah bom khas bali
yang mengeluarkan suara keras dan menggelagar seperti suara bom, yang
dihasilkan dari proses gas dari karbit dan air yang dibakar mengeluarkan
suara ledakan yang mengelegar. Ogoh-ogoh
umumnya dengan rupa seram, mata melotot, susu menggelantung yang
melambangkan buta kala dalam berbagai rupa, juga menunjukkan kreativitas
dari orang Bali yang luar biasa yang terkenal akan seni dan budayanya
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------